“Muhammad itu utusan Alloh, dan orang-orang yang bersama dia
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.”
(Qs. Al Fath; 29)
Sahabat sekalian banyak sekali ni’mat yang dianugerahkan Alloh kepada
kita, namun hanya sedikit yang kita sadari bahwa itu semua adalah
ni’mat, lebih celaka lagi kita melupakannya dan kita baru menyadari
bahwa apa yang kita alami, miliki dan rasakan adalah ni’mat ketika semua
itu telah berlalu dan bertemu dengan sesuatu yang tidak mengenakkan
kita.
Satu dari sekian banyak ni’mat Alloh yang dianugerahkan kepada kita
adalah ni’mat kasih sayang (Rohman dan Rohim) dengan berbagai macam
bentuk dan perantaranya. Bentuk kasih sayang Alloh itu bisa berupa
kesenangan atau kesusahan, kegembiraan maupun kesedihan, yang
kesemuanyan tidak lain Alloh karuniakan semata-mata demi kebaikan kita
agar kita semakin dekat dengan-Nya. Sedangkan sampainya kasih sayang
Alloh kepada kita bisa melalui siapa saja seperti bapak, ibu, kakak,
adik, saudara, tetangga, guru dan lain sebagainya, atau melalui apa saja
mahluk Alloh yang lain.
Dalam bahasa arab kasih sayang disebut dengan istilah Rohmah,
yang sering kali kita menyebutnya Rohmat. Rasa kasih sayang merupakan
salah satu kekayaan yang tersimpan dalam hati kita yang amat sangat
berharga. Kalau boleh dianalogikan seandainya hati adalah rumah mewah
berisi emas, perak, intan, permata, berlian atau lain sebagainya berupa
materi keduniaan, maka sesungguhnya dalam hati terdapat terdapat iman, syukur, ikhlas, tawadhu’, iffah yang termasuk didalamnya Rohmat (kasih sayang).
Orang yang di dalam hatinya terdapat kekayaan berupa kasih sayang,
maka ia akan termuliakan dengan kasih sayang nya itu, begitu pula
sebaliknya ia akan terhinakan manakala dihatinya tidak terdapat kasih
sayang.
Orang yang dalam hatinya dipenuhi kasih sayang dengan yang tidak,
maka akan berbeda ketika dia mengasihi atau menyayangi orang lain.
Perbedaan itu akan terletak pada ketulusan dalam memberikan kasih
sayangya. Orang kaya yang punya uang satu juta semisal, ketika memberi
seorang miskin seribu rupiah maka ia tidak berharap balasan yang sama
atas pemberian yang diberikannya karena ia masih punya banyak sekali
yakni sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah, artinya ketika
kita mengasihi orang lain maka tidak terbersit sedikitpun bahwa orang
yang kita kasihi akan membalas dengan kebaikan yang sama, karena dalam
hati kita masih sangat banyak sekali kekayaan yang bernama rahmah itu.
Sahabat sekalian, paling tidak ada dua ciri seorang yang dihatinya
benar-benar tersimpan kekayaan yang bernama rohmah (kasih sayang ) itu,
ciri tersebut antara lain :
Pertama, Kasih sayangnya tanpa ada pamrih,-
Orang yang di hatinya ada kekayaan kasih sayang, maka dia akan
mencurahkan kasih sayangnya kepada orang lain dengan sepenuh hati. Ia
lakukan bukan lantaran ingin di balas atau ingin disayangi orang
tersebut, akan tetapi semata-mata ingin mendapat balasan dari Alloh.
Orang yang miskin kasih sayang, maka ketika mengasihi dan menyayangi
orang lain, ia akan mengharapkan balasan yang serupa dari orang lain
tersebut. Semisal orang yang dasarnya memang miskin uang, kemudian ia
memberi uang kepada orang lain, maka apa yang muncul di hatinya ? meski
dia memberi tetap saja di hatinya akan terbersit harapan bahwa suatu
saat orang yang diberi akan balik memberinya ketika ia butuh. Sama
halnya dengan orang yang menyumbang, ketika kebetulan dirumahnya ada
hajatan, maka dia berharap akan disumbang. Kedua hal tersebut menunjukan
bahwa mereka sama-sama miskinnya, karena masih berharap ingin dikasih
dan diberi.
Orang yang kaya kasih sayang dia tidak berharap-harap meski sekecil
apapun balasan dari kasih sayang yang diberikannya. Tidak pernah
kecewa, menyesal, merasa rugi ataupun timbul kebencian, sekalipun orang
yang ia kasihi dan ia sayangi tidak membalasnya, bahkan sekedar
berterima kasihpun tidak. Bahkan dia merasa bahagia, bangga bisa
mencurahkan kasih sayangnya dengan ikhlas tanpa pamrih kepada orang
lain. Balasan yang ia harapkan adalah pahala dan ridho Alloh subhanahu wata’ala.
Kedua, Tahu siapa yang harus didahulukan dalam mencurahkan kasih sayangnya,-
Orang yang betul-betul kaya akan kasih sayang, maka dalam memberikan
kasih sayangnya akan membuat skala prioritas siapa terlebih dahulu yang
harus dikasihinya. Semisal ia punya banyak uang dan hidup dalam
lingkungan yang kecil maka ketika ia akan memberikan sebagian uangnya,
maka terlebih dahulu pada orang paling sangat membutuhkan. Demikian juga
halnya dengan prioritas mencurahkan kasih sayang, yang jadi prioritas
tentunya adalah yang sangat membutuhkan itu. Pertanyaan yang muncul
adalah siapa sebetulnya yang perlu jadi prioritas dalam memberikan kasih
sayang itu?, tentunya bukanlah mereka yang jompo, bukanlah mereka yang
miskin atau yatim piatu. Yang paling sangat membutuhkan kasih sayang
adalah orang yang dalam hatinya sedang miskin kasih sayang, yaitu mereka
yang dalam hatinya terdapat kebencian terutama kebencian kepada kita.
Kemudian sanggupkah kita menyayangi orang yang membenci kita? Jika kita
tidak sanggup, berarti kita juga termasuk orang yang miskin kasih
sayang. Orang yang miskin kasih sayang tidak akan mampu memberikan kasih
sayangnya, maka yang ada hanyalah keinginan untuk saling menjatuhkan,
menghina, bahagia bila orang lain sengsara dan selalu berharap bahwa
selain dirinya itu menderita. Merekalah yang pertama kali perlu diberi
kasih sayang, sehingga dia akan menjadi orang yang kaya kasih sayang.
Begitulah dua ciri orang yang memiliki kekayaan kasih sayang dalam
hatinya, dia akan selalu tangguh, selalu menyayangi meski dibenci, tidak
pernah putus asa dan kecewa apabila tidak mendapatkan imbalan sesenpun
dari orang yang ia kasihi dan sayangi. Dan sesungguhnya kalau kita
perhatikan baik-baik, justeru kita sering melakukan hal yang aneh-aneh
yang bisa menunjukkan dan lebih memantapkan kalau kita memang awalnya
miskin kasih sayang, itu mungkin bisa terjadi karena kita kurang
memahaminya. Semisal, suatu ketika ada orang yang menampakan
kebenciannya kepada kita dan menghina kita. Kita mengaku tidak senang
dihina, tidak sakit hati, tidak tersinggung tetapi kita berkilah dengan
alasan mengapa kita harus menyenangkan dia sementara dia menghina kita,
sehingga alasan tersebut malah menyenangkan orang yang menghina kita.
Karena orang yang menghina akan merasa berhasil bila yang dihinanya
melakukan perlawanan, semisal ia sedih dengan penghinaan tersebut.
Penghinaan dan kebencian itu ibarat dua sisi mata uang, maka jangan
sakit hati bila dihina orang, sesungguhnya yang berhak merasa sakit hati
adalah orang yang yang menghina, sebab penghinaan itu akan kembali pada
dirinya sendiri bila direspon dengan kasih sayang, dan akhirnya
penghinaannya akan menjadi boomerang baginya./ Dengan demikian orang
yang dihina itu pantang membalas menghina orang yang menghinanya.
Orang yang memahami betul persoalan ini maka ketika ada yang menghina
dirinya maka yang dilihat bukan penghinaannya, justeru sebaliknya yaitu
hikmah yang tersimpan dibalik hinaan tersebut. Suatu saat seorang
sahabat bertanya kepada Rosululloh: “Ya Rosululloh, tunjukkan aku amalan
apa yang bisa memasukkanku ke dalam surga?”, Beliau menjawab:
“Maafkanlah orang yang menganiayamu.”. Sahabat sekalian, bentuk
penganiayaan adalah menghina, berarti bila kita memaafkan orang
menganiaya kita sama artinya dengan memaafkan orang yang menghina kita.
Ada beberapa hikmah yang dapat kita petik apabila kita memaafkan orang yang menghina kita. Antara lain:
Pertama, Kita punya tabungan amal dari memaafkan
kesalahan orang lain tersebut. Kapan kita akan memaafkan orang lain
kalau tidak ada orang yang berbuat salah, tidak ada yang menghina, tidak
ada yang mendzalimi kita. Padahal pekerjaan memaafkan merupakan suatu
hal yang ringan sekali, tidak menuntut banyak tenaga, tidak perlu modal
besar, tidak harus dengan waktu berhari-hari bahkan tidak perlu cucuran
air mata dan simbahan darah. Jika kita katakan dalam beberapa detik
saja perkataan maaf, rasanya ringan dan tidak memberatkan, itupun masih
berbuntut dengan dicatat sebagai prestasi untuk menuju jalan kesurga
Alloh, namun demikian tidak berarti bahwa kita berharap orang lain
berbuat salah kepada kita.
Kedua, Hinaan sebetulnya adalah control pemberitahu
bobot harga diri kita,- pernahkah kita melihat intan?, sebongkah batu
bata bila dijatuhkan pada sebongkah intan yang kebetulan disampingnya
ada tape. Apa yang terjadi? Maka hancurlah batu bata tadi, intan akan
tetap utuh tetap berkilau tidak bergeming sedikitpun, tetap memancarkan
pesona keindahannya, tetapi tidak demikian halnya dengan tape yang
terkena bongkahan batu bata maka ia akan penyet, rusak, remuk bahkan
tidak mungkin ada yang mau mengambil karena kotor kena pecahan bata.
Begitulah rumusnya, bila hati kita kaya akan kasih sayang meskipun ada
orang yang menghina kita, kita tidak bergeming, tidak merasa
hancur-hancuran, kita tetap cemerlang dan tidak ada keinginan untuk
membalas, sebagaimana sebongkah intan. Tetapi, sebaliknya apabila ada
orang yang menghina kita, lalu kita membalas hinaannya berarti tak
ubahnya kita seperti sebungkus tape. Kita tahu berapa harga tape
dipasar? Hanya seribu rupiah, itupun masih dapat tiga bungkus lagi.
Ingin samakah kita dengan nilai tape? Tentu tidak.
Jadi dengan hinaan ini kita tahu seberapa harga diri kita, artinya
kalau ada orang yang menghina kita, sebenarnya dia sedang mengasihi
kita, sebenarnya dia sedang memberitahukan kita yang sebenarnya, cuma
mungkin pengungkapannya lain tidak selembut yang kita harapkan.
Ketiga, sikap memaafkan adalah bentuk curahan kasih
sayangnya- Tidak semua bias mencurahkan kasih sayangnya dengan lembut,
tetapi ada pula dengan cara yang lain seperti penghinaan. Kalau kita
faham dengan orang yang menghina kita, maka belum tentu dia melakukan
itu benar-benar benci. Bisa jadi merupakan ungkapan kasih sayangnya
kepada kita. Sudah seharusnya sikap kita kepada merekapun melimpahkan
kasih sayang meski tidak dengan cara yang sama dengannya, yaitu kasih
sayang yang sesungguhnya, sebagai rasa terima kasih kita kepada orang
yang menyayangi kita.
Inilah beberapa fenomena yang ada, apabila kita betul-betul memahami
makna kasih sayang kepada sesama, maka dalam kehidupan ini rasanya sulit
untuk membenci orang lain. Seperti halnya ketika kita diajak seseorang
untuk berbuat sesuatu yang kita yakini kebenarannya, yakni agar setiap
kali hendak melakukan sesuatu kita awali dengan basmalah, maka kita pun
akan memulai segala sesuatu dengan basmalah. Karena dalam bacaan
tersebut terkandung dua makna yaitu setiap pekerjaan yang diawali dengan
basmalah berarti dia telah mengagungkan asma Alloh. Bismilah artinya
dengan menyebut asma Alloh, nama Alloh adalah nama yang sarat dengan
keagungan. Misal mau makan, berpakaian atau apa saja sebelumnya
hendaknya mengucap basmalah. Demikian halnya dengan mengagungkan asma
Alloh melalui amal-amal kita sehingga amal tersebut bisa sejalan dengan
kehendak Alloh. Tentunya amal tersebut adalah amal-amal yang baik
(sesuai dengan keinginan Alloh), karena amal yang tidak baik tidak
diawali dengan basmalah. Yang kedua, setiap perbuatan yang kita lakukan
harus memiliki makna kasih sayang, – Dalam bismilah itu dilanjutkan
dengan Ar Rahman dan Ar Rohiim bukan azizul jabbar atau ataupun Hayyul
qoyyum. Dalam hal ini Alloh mengajarkan bahwa kasih sayang itu tiada
bertepi, tidak bisa dibatasi oleh siapapun atau apapun. Ketika kita
mencurahkan kasih sayang kepada siapapun meski orang kafir sekalipun,
kita harus bisa membedakan mana perbuatannya dan mana orangnya. Terhadap
orang kafir, maka bukan orangnya yang kita benci akan tetapi
perbuatannya, karena besar harapan kita bahwa orangnya akan mendapatkan
hidayah dari Alloh dan bisa kembali ke jalan yang lurus.
Sesungguhnya masih banyak sekali yang bisa kita dapatkan dari makna
kasih sayang ini, dan akhirnya orang yang kaya akan kasih sayang akan
senantiasa membantu orang-orang yang ingkar akan kebenaran Alloh
sehingga mereka bisa meninggalkan jalan yang sesat menuju ke jalan yang
penuh cahaya Alloh. Bagaimana hal dengan kita? Semoga kita termasuk
golongan orang-orang yang memiliki kasih sayang yang melimpah, sehingga
kita bisa dipilih oleh Alloh untuk bisa mengantarkan saudara-saudara
kita menuju kepada cahaya Ilahi dan menambah keimanan kita kepada Alloh
Subhanahu wata’ala. Wallohu’alam bish showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar