welcome

Marquee Text Generator - http://www.marqueetextlive.com

Sabtu, 12 November 2011

Batan sosialisasikan studi kelayakan PLTN di Muntok Selasa, 18 Oktober 2011 07:30 WIB | 926 Views

Muntok, Bangka Barat (ANTARA News) - Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) berencana menggelar sosialisasi penelitian studi kelayakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada Selasa (18/10) di Lapangan Gelora Muntok, Bangka Barat.

 "Sosialisasi tersebut bersifat hiburan dengan disisipi beberapa pesan dari pejabat Batan dan Kemenristek mengenai studi tapak yang sedang dilaksanakan," ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Bangka Barat, Chairul Amri Rani di Muntok, Selasa.

 Ia menjelaskan, sosialisasi studi tapak tersebut merupakan program kegiatan dari Kementerian Riset dan Teknilogi (Kemenristek) bekerja sama dengan Batan untuk menyosialisasikan program yang sedang berjalan dan akan dilakukan untuk mendukung pelaksanaan studi tapak PLTN.


 Dalam sosialisai yang bertema `Energi Nuklir untuk Berkelanjutan Pembanguan` tersebut, rencananya akan dimulai pukul 09.00 WIB sampai 17.00 WIB dan dimeriahkan artis ibukota seperti Tarzan, Marwoto, Vety Vera dan artis daerah Surya Band.

 Setelah itu, pada Kamis (20/10) mulai pukul 09.00 WIB sampai 13.00 WIB di Gedung Pusat Metalurgi juga akan diadakan sosialisasi berupa pemaparan program pemerintah mengenai studi tapak PLTN yang akan disampaikan dari pihak Batan dan Kemenristek.

 "Sosialisasi studi tapak akan terus dilakukan, kemungkinan akan dilaksanakan lagi sekitar Desember 2011 agar masyarakat semakin tahu program Pemerintah Pusat tersebut dalam upaya mencukupi kebutuhan listrik lokal dan nasional," ujarnya.

 Menurut dia, sosialisasi kepada masyarakat mempunyai peran penting untuk memberikan informasi sejauh mana manfaat studi tapak yang sedang dilakukan saat ini agar masayarkat mendapatkan informasi yang benar mengenai studi tapak dan langkah selanjutnya yang akan diambil untuk mengetahui kelayakan pembangunan PLTN di Bangka Belitung.

 "Kami harap masyarakat hadir dalam sosialisasi tersebut agar tahu langkah yang sudah dijalankan Batan dan Kemenristek mengenai program dan langkah yang akan diambil untuk mengetahui kelayakan rencana pambangunan PLTN di daerah itu," ujarnya.

 Ia menjelaskan, sosialisasi tersebut merupakan sosialisasi studi kelayakan, bukan sosialisasi pembangunan PLTN jadi masyarakat tidak perlu khawatir dan tergesa-gesa mengambil kesimpulan untuk menolak prigram pemerintah pusat tersebut.

 Menurut dia, hasil dari studi kelayakan tersebut masih cukup lama dan membutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk dapat mengetahui kesimpulan kelayakan daerah itu memenuhi syarat untuk didirikan PLTN atau tidak.

 Sementara itu, untuk mendukung studi kelayakan PLTN di Muntok, katanya, PT Surveyor Indonesia sebagai penaggung jawab studi tersebut rencananya dalam tahun ini akan menanam sepuluh alat pencatat kegempaan atau Seismograf di berbagai titik sekitar lokasi rencana pembangunan PLTN.

 "Saat ini studi tapak yang dilakukan PT Surveyor Indonesia bekerja sama dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan geofisika (BMKG), sedang mencari koordinat penanaman seismograf untuk mencatat kegempaan yang terjadi di Bangka Barat" katanya.

 Menurut dia, langkah awal yang diambil untuk menyukseskan program studi tapak tersebut, pihak PT Surveyor Indonesia pertama-tama akan membangun tower untuk mencatat cuaca seperti seberapa jumlah sinar matahari, curah hujan, kecepatan angin, tingkat kegempaan dan lainnya.

 Setelah diperoleh data akurat, katanya, data tersebut berfungsi sebagai bahan pertimbangan program perencanaan pembangunan PLTN dan merencanakan desain kekuatan fisik bangunan untuk tapak PLTN tersebut. (ANT)


Batan tanam 300 peledak TNT di Muntok Selasa, 18 Oktober 2011 07:27 WIB | 988 Views
Muntok, Bangka Barat (ANTARA News) - Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) bekerja sama dengan PT Surveyor Indonesia, pada 2012 merencanakan menanam sebanyak 300 peledak TNT di sepanjang pantai daerah Muntok, Bangka Barat untuk uji kegempaan sekaligus mengetahui struktur batuan yang ada di daerah itu.

 "Kami sudah sering melakukan uji kegempaan tersebut dan tidak menimbulkan efek apapun terhadap lingkungan hidup, karena gempa yang ditimbulkan skalanya sangat kecil, jadi masyarakat tidak perlu khawatir mengenai uji coba tersebut," ujar Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bangka Barat, Chairul Amri Rani di Muntok, Selasa.

 Ia menjelaskan, PT Surveyor Indonesia sebagai penanggung jawab studi tapak PLTN yang sedang dilakukan, rencananya akan menanam sebanyak 300 bahan peledak masing-masing berbobot satu kilogram yang ditanam di kedalaman 20 meter dari permukaan tanah.

 Ia mengatakan, uji kegempaan tersebut untuk keperluan studi tapak PLTN dan sudah sering dilakukan pihak Batan, PT surveyor Indonesia dan Dinas ESDM untuk mengetahui jenis batuan dan tingkat kerapatan struktur yang ada di dalam tanah.

 Menurut dia, penelitian dengan menggunakan bahan peledak sering dilakukan dalam studi untuk mengetahui kandungan mineral apa yang terkandung dalam tanah karena gempa yang dihasilkan dari peledakan tersebut akan tercatat dalam alat seismograf.

 Ia mengatakan, penelitian tersebut sebagai salah satu tahapan studi tapak PLTN untuk menganalisa sejauh kemungkinan kelanjutan studi tersebut yang sedang dilakukan PT Surveyor Indonesia bekerja sama dengan pihak Batan.

 Menurut dia, Dalam penanaman bahan peledak diperlukan perhitungan matang dari para ahli yang sudah memiliki pengalaman dalam bidang peledakan, agar tidak menimbulkan efek apa pun terhadap lingkungan sekitarnya.

 Dengan alat geophone, katanya, garis amplitudo yang tercatat sangat menentukan akurasi kegempaan akan terlihat, dan hasilnya dapat dipelajari untuk menentukan layak tidaknya tempat tersebut untuk dijadikan lokasi pembangunan PLTN.

 Setelah diperoleh data akurat, menurut dia, data tersebut berfungsi sebagai bahan pertimbangan PT Surveyor Indonesia dan Batan untuuk dilaporkan ke Pemerintah Pusat untuk menentukan kesiapan perencanaan program selanjutnya.

 "Proses pembangunan PLTN masih sangat panjang, pemerintah masih mempelajari dan terus melakukan uji kelayakan lokasi untuk mencari kemungkinan terbaik untuk perencanaan pembangunan PLTN di Muntok," ujarnya.

 Jika hasil uji kelayakan berupa peledakan di berbagai titik tersebut memungkinkan dan dianggap layak, pembangunan PLTN akan dimulai sekitar 2015 sampai 2023, dilanjutkan uji coba pada 2025 sampai 2030, dengan harapan dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk Pulau Sumatera, Jawa dan Bali sekitar 40 persen. (ANT)

Warga Tolak Rencana PLTN
 | Senin, 21 Maret 2011 | 03:36 WIB
Pangkal Pinang, Kompas - Menyusul meledaknya reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepang pascagempa dan tsunami, warga terus menggalang sikap penolakan terhadap rencana pembangunan PLTN, seperti yang terjadi di Bangka Belitung dan Jepara, Jawa Tengah, Minggu (20/3).

Guna mengatasi defisit listrik, pemerintah didesak mencari alternatif lain.

Kemarin, dalam sebuah aksi di Lapangan Merdeka Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, sejumlah organisasi massa bergabung menggalang tanda tangan penolakan. Mereka menamakan diri Laskar Bangka Belitung Tolak Nuklir (Beton).

”Kami akan membawa spanduk berisi tanda tangan dan ungkapan singkat warga soal penolakan PLTN. Kami akan tunjukan, banyak orang menolak pembangunan PLTN di Bangka Belitung,” ujar Kuro, penggiat Laskar Beton.

Selain penggalangan tanda tangan penolakan, mereka juga merencanakan serangkaian unjuk rasa. Pekan depan rencananya ada unjuk rasa warga Bangka Belitung ke DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Selain itu, mereka menyiapkan unjuk rasa di Bangka Selatan dan Bangka Barat. Dua kabupaten itu rencananya akan menjadi lokasi pembangunan PLTN. Di Bangka Barat, PLTN akan dibangun di Desa Air Putih, Muntok. Sementara di Bangka Selatan, PLTN akan dibangun di Desa Permis, Kecamatan Simpang Rimba. ”Warga di kabupaten lain juga akan menggelar unjuk rasa menolak PLTN,” ujar Kuro.

Rosmala, warga Sungaliat, Bangka, yang kebetulan sedang berada di Pangkal Pinang, mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap rencana pembangunan PLTN. ”Kami ngeri melihat berita PLTN di Jepang. Kami tidak mau itu terjadi di sini,” ujarnya.

Sementara Edward, warga Bangka Tengah, mengatakan, alasan pembangunan PLTN untuk mengatasi defisit listrik sulit diterima. Sejumlah sumber energi alternatif di Indonesia belum dimanfaatkan. ”Saya lebih setuju pemerintah mengembangkan listrik tenaga panas bumi, arus laut, dan matahari. Semua itu jauh lebih kecil risikonya dibandingkan PLTN. Siapa bisa menjamin kami di Bangka ini tidak mengalami nasib seperti orang Jepang sekarang,” ujarnya.

Rosmala dan Edward merujuk serangkaian ledakan di PLTN Fukushima Daiichi, Jepang, awal Maret lalu. Ledakan tiga reaktor di PLTN itu dikhawatirkan menyebarkan radioaktif ke berbagai tempat. Terakhir, dikabarkan paparan radioaktif pada susu dan sayuran di wilayah dalam radius 80 kilometer dari PLTN sudah melebihi ambang batas.

Sementara, Nova, warga Pangkal Pinang, menyatakan, Indonesia memang defisit listrik. Warga Babel juga sangat merasakan itu. Namun, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk membangun PLTN di Bangka.

Warga Desa Balong, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, juga bersikukuh menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Semenanjung Muria. Mereka khawatir terjadi peristiwa kebocoran radiasi seperti di Fukushima, Jepang, dan Chernobyl, Rusia.

Ketua Persatuan Masyarakat Balong, Setyawan Sumedi, mengatakan, warga takut PLTN Semenanjung Muria dapat membahayakan nyawa dan lingkungan hidup. Keberadaan PLTN itu nantinya berpotensi menimbulkan bahaya ledakan, kebocoran, dan pencemaran limbah nuklir.

Selain itu, warga khawatir pembangunan PLTN tersebut menghilangkan lapangan pekerjaan. Pasalnya, hidup mereka bergantung pada perkebunan cokelat, karet, dan lahan persil yang berada di sekitar lokasi pembangunan PLTN.

”Jepang yang teknologi dan sumber daya manusianya lebih maju saja agak kewalahan menangani kebocoran radiasi nuklir,” kata Sumedi.

Sejak tahun 2002, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) berencana membangun PLTN di Ujung Lemah Abang, Semenanjung Muria. PLTN itu diharapkan mampu menambah daya listrik di Jawa-Bali sekitar 5.000-7.500 megawatt atau 5-6 persen kebutuhan listrik Jawa-Bali.

Sedianya, Batan mengagendakan pembangunan tahap konstruksi pada 2010-2015, dan tahap operasional secara komersial pada 2015. Namun, akibat penolakan dari warga setempat, agenda Batan tertangguhkan.

Menurut Koordinator Muria Research Center (MRC) Indonesia, M Widjanarko, pemerintah lebih baik tidak membangun PLTN, karena masih lemah dalam manajemen risiko bencana alam. (RAZ/HEN/UTI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar